Mengapa kita perlu bicara soal “persetujuan” dalam kekerasan seksual?

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memiliki peran krusial dalam melindungi individu dari tindakan kekerasan seksual. Salah satu konsep yang muncul dalam konteks ini adalah “consent” atau persetujuan. Consent menjadi inti dalam menilai apakah suatu tindakan seksual adalah legal atau ilegal. Dalam esai ini, kita akan menjelaskan apa itu consent menurut Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan mengapa persetujuan begitu penting dalam konteks tindak kekerasan seksual.

Definisi Consent dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Consent, atau persetujuan, adalah unsur utama yang diakui oleh undang-undang sebagai batas antara hubungan seksual yang sah dan tindakan kekerasan seksual. Menurut Undang-Undang, consent adalah persetujuan yang diberikan secara sukarela, tanpa paksaan, dan dengan pengetahuan penuh mengenai arti dan konsekuensi dari persetujuan tersebut. Artinya, setiap tindakan seksual yang dilakukan tanpa consent dapat dianggap sebagai tindak kekerasan seksual.

Dalam banyak yurisdiksi, batasan usia dan kapasitas mental juga diperhitungkan dalam menentukan apakah seseorang memiliki kemampuan memberikan consent yang sah. Misalnya, individu yang belum mencapai usia tertentu atau yang mengalami gangguan mental mungkin dianggap tidak mampu memberikan persetujuan yang sah.

Mengapa Persetujuan Penting dalam Tindak Kekerasan Seksual?

Pertama, persetujuan adalah soal perlindungan Hak Asasi Manusia. Persetujuan dalam konteks tindak kekerasan seksual bukan hanya masalah hukum, tetapi juga kemanusiaan. Hak asasi manusia setiap individu termasuk hak untuk dihormati, diakui, dan dilindungi dari tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Dengan menekankan pentingnya persetujuan, undang-undang melindungi hak-hak dasar individu untuk mengontrol tubuh mereka sendiri.

Kedua, persetujuan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Persetujuan juga berfungsi sebagai alat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dalam situasi hubungan yang tidak seimbang, seperti hubungan atasan-bawahan atau dalam situasi kekerasan domestik, persetujuan dapat menjadi pertahanan terhadap eksploitasi seksual. Dengan menuntut adanya persetujuan yang jelas dan sukarela, undang-undang menciptakan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.

Ketiga, persetujuan memberikan tanggung jawab pada pelaku. Persetujuan menempatkan tanggung jawab pada pelaku untuk memastikan bahwa pasangan mereka memberikan persetujuan dengan sukarela. Ini menekankan pentingnya komunikasi yang jelas dan memastikan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk melibatkan diri dalam aktivitas seksual. Dengan menghilangkan alasan seperti ketidaktahuan atau kesalahpahaman, undang-undang menciptakan dasar yang kuat untuk mengevaluasi apakah tindakan tersebut merupakan tindak kekerasan seksual atau tidak.

Keempat, diskursus mengenai persetujuan menumbuhkan kesadaran pentingnya pendidikan seksual. Melalui fokus pada persetujuan, undang-undang juga mendorong peningkatan kesadaran dan pendidikan seksual di masyarakat. Pendidikan ini tidak hanya memberikan informasi tentang batasan hukum tetapi juga membantu individu memahami pentingnya menghormati keinginan dan batasan pasangan mereka. Kesadaran ini dapat membantu mengurangi insiden kekerasan seksual dengan menciptakan budaya di mana setiap tindakan seksual didasarkan pada persetujuan yang jelas dan dihormati.

Kelima, persetujuan mendorong penciptaan budaya yang aman. Persetujuan membantu menciptakan budaya yang lebih aman, di mana setiap individu merasa memiliki kendali atas tubuhnya sendiri. Dengan menciptakan norma-norma sosial yang menghargai persetujuan, masyarakat dapat bekerja bersama-sama untuk menghilangkan stigma dan ketidakamanan seputar isu-isu kekerasan seksual.

Kesimpulan

Persetujuan adalah konsep kunci dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang bukan hanya menentukan batas antara hubungan seksual yang sah dan tindakan kekerasan, tetapi juga melindungi hak asasi manusia, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, menempatkan tanggung jawab pada pelaku, meningkatkan kesadaran, dan menciptakan budaya yang lebih aman. Dengan memahami dan menghormati persetujuan, masyarakat dapat bersama-sama menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat hidup tanpa takut akan tindakan kekerasan seksual.