Bagaimana seseorang dinilai, dipersepsi, dan ditempatkan ditentukan oleh nilai dari orang itu sendiri. Saya punya banyak sahabat yg berasal dari nobody, menjadi somebody, demikian pula sebaliknya. Berasal dari orangtua petani tidak menutup kemungkinan seseorang menjadi profesor yg dihormati. Sama halnya berasal kalangan terhormat mustahil berakhir menjadi paria di tangga sosial.
Apakah keluarga berperan? Tentu. Darah anda memberi peluang dan privilege tertentu, namun tidak semua. Saya tidak pernah sedikitpun mendompleng nama kakek dan keluarga dalam karir akademik saya. Anda boleh tanyakan ke sahabat-sahabat saya tentang itu. Tapi apakah saya bisa mengabaikan fakta kalau keluarga saya, di tempat asalnya, bisa sangat berpengaruh? Tentu tidak. Justru itu adalah beban, bagaimana saya bisa menjaga muruah dan kehormatan keluarga.Kadang saya suka iri menjadi orang biasa.
Orang tidak peduli saya berpakaian seperti apa dan berperilaku seperti apa tanpa kuatir pandangan orang lain. Saya juga menyadari, tidak sedikit orang yg melihat saya wara-wiri riset, rapat disana-sini, bolak-balik terbang, santai dalam ngajar, sambil membayangkan bahwa hal itu bak buah yg ujug-ujug jatuh. Seakan semua itu disediakan gratis pada saya tanpa perlu berusaha sedikitpun.
Apakah mereka bertanya? Tentu tidak. Apakah saya perlu menjelaskan? Untuk apa juga.
Kalau bang Ncam kemarin bilang soal “menderita” sendiri, maka anggap saja ini jalan pedang saya. Saya tidak perlu menjelaskan apa yg saya lakukan, cukup orang lain melihat dan menilai sendiri. Apakah saya peduli penilaian orang?
Rasanya tidak. Hanya buang waktu.
Sebab waktu tidak pernah menunggu.
Mereka yg mengatakan kalau saya tinggal ongkang2 kaki dan hidup pasti sejahtera karena keluarga saya tidak ubahnya lambe turah yg bahkan tidak layak saya komentari. Dunia bisa dicari, tapi akhlak dan etika tidak bisa dibeli.Itu sebabnya saya diajar untuk lebih berfokus pada benar lebih dahulu, baru kemudian pintar. Sebab pintar tanpa benar hanya omong kosong, minteri kata sahabat2 saya. Keblinger ujung akhirnya.
Ah, tapi itu kan antum. Gimana abang antum? Ah ya, ini soal abang saya. Karena kami dibesarkan dalam nilai-nilai yang sama, saya bisa beri garansi, bahwa apa yg saya lakukan pasti dilakukan juga oleh saudara kandung saya. Haram bagi kami membawa nama keluarga untuk urusan duniawi.
Itu yg saya pelajari dari kakek dan ibu saya. Gusti Allah ora sare. Maka saya maafkan siapapun anda yg bergunjing tentang kami.
Hanya kepada Allah kami berserah.