Pertiwi, nasibmu kini

Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati…….

Anda ingat lagu itu? Saya rasanya sudah mulai lupa. Saya dulu ingat bahwa lagu itu pernah dibawakan oleh Chikita Meidi (maaf kalo salah). Lagu itu bercerita dengan kegundahan pertiwi. Pertiwi diambil dari bahasa sanskrit ‘pritiwi’ yang berarti ibu bumi. Memperingati peringatan hari bumi yang jatuh tanggal 5 juni, saya akan mengakai anda berpikir ulang tentang bumi dan persoalan kerusakan lingkungan. Apa yang sudah anda lakukan untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan? Tidak usah berpikir terlalu idealis, setidaknya anda dapat melakukan hal yang dapat anda lakukan. Saya sudah mencoba, salah satu yang saya lakukan adalah mengurangi penggunaan kertas untuk mencetak bahan kuliah dan menolak penggunaan kantong plastik yang berlebihan.

Seorang teman pernah berkata melihat tabiat baru saya yang tidak mengganti kertas saya bahkan di pojok tersempit sekalipun, dia bilang “Pelit amat lo, biasanya juga kertas belum abis dah ganti”, saya bilang “Hei bung, saya sedang mencoba untuk menghemat kertas”, kemudian dia menjawab “Tumben amat, emang lo pikir kalo lo pake kertas ampe kucel pabrik kertas bakalan ngurangin produksinya, jangan mimpi”, dan tersadarlah saya dengan ucapan tersebut. Seakan saya sedang dalam mimpi buruk. Saya kemudian berpikir, jika saya mengurangi kertas akan kah pabrik kertas bangkrut? Lha ko ternyata malah semakin besar. Lihat saja pabrik kertas, yang konon katanya CSR-nya terbaik, Riau Pulp, produksinya tidak berkurang, malah semakin bertambah. Anda tahu, jika anda membeli kertas HVS atau A4 dalam bentuk rim besar kemungkinan anda akan menemukan klaim bahwa mereka turut melesatrikan hutan. Kertas Bola Dunia produksi PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills misalnya, dengan sangat meyakinkan mencantumkan logo bertuliskan “Sustainable Forest Fibre”, apa iya? Siapa yang berani menjamin bahwa Pindo Deli yang berada di bawah naungan grup Sinar Mas tidak melakukan kecurangan dan memberikan informasi palsu ke publik? Siapa yang berani menjamin bahwa Pindo Deli memang membantu menjaga keberlangsungan hutan? Saya ko sangsi ya. Maafkan saya jika saya berpikiran buruk seperti itu, maafkan juga logika berpikir saya yang mungkin keliru. Jika pabrik kertas dikatakan melesatarikan hutan, bukan kah mereka sendiri akan kekurangan bahan baku kertas? Pun jika melakukan penanaman kembali, butuh waktu berapa tahun agar pohon-pohon itu besar? Pun jika pohon itu sudah besar, apakah ada jaminan bahwa pohon tersebut tidak ditebang untuk produksi kertas? Jika logika saya dibenarkan, ya sama aja bohong, artinya produsen kertas menanam pohon untuk mereka tebang sendiri.

Hal yang sama juga dilakukan oleh produsenkantung plastik. Tahukah anda bahwa butuh waktu ratusan tahun untuk menghancurkan bahan dari plastik? Saya pernah bergurau pada seorang teman, bahwa orang tidak dapat melepaskan diri pada tiga hal: uang, HP, dan kantung plastik. Tidak peduli sekaya apapun anda, pasti ada satu atau lebih benda yang terbuat dari plastik yang ada di diri anda. Boleh jadi seorang jutawan hanya mengenakan plastik pada kancing jas, namun sadarkah bahwa ia sama saja dengan para pengemis yang membawa gelas bekas air minum, yakni sama-sama memakai plastik sebagai elemen penting penampilan. Saya pun tidak menampik bahwa saya dikelilingi oleh plastik. Suatu ketika saya coba iseng melihat semua barang di kamar kos saya, benda apa yang tidak memakai plastik sedikitpun, dan seketika saya terkejut sebab hanya perlengkapan tidur dan lampu antik saja yang bebas plastik. Barang elektronik saya dibungkus atau terbuat dari plastik seperti printer, laptop, setrika, demikian pula HP saya, alat tulis hingga perlengkapan mandi pun seluruhnya memiliki elemen plastik, bahkan sejadah saya, yang di klaim buatan Turki tetap menggunakan bahan plastik berupa benang yang fungsinya cuma untuk aksen saja. Saya di kelilingi oleh plastik di mana saja dan kapan saja.

Saya pernah ditertawakan oleh kasir suatu tempat perbelanjaan ketika memaksa untuk memasukkan semua belanjaan saya ke dalam satu kantung plastik, si kasir bilang “Mas, masa roti mau digabung dengan Rinso dan Super Pel?”, saya menjawab “lha emangnya kenapa?”, dia bilang “Ga bagus untuk kesehatan”, saya pun berpikir ulang mengenai posisi plastik dalam kesehatan saya. Saya tidak memungkiri bahwa hampir seluruh alat kesehatan terbuat dari plastik, saya pun tidak memungkiri kemungkinan ucapakan kasir tersebut benar. Saya toh tidak bisa menjamin bahwa plastik kemasan roti saya tidak tercemar Rinso, minimal baunya, tapi kemudian saya berpikir, ah kemungkinannya kan kecil. Teman saya, yang kebetulan mendengar percakapan saya berkata balik ke kasir: “Mbak, yang mbak kawatirkan Rinso-nya tercampur dengan roti atau rotinya tercampur plastik?”, dan bingung lah si kasir itu. Si kasir jelas ingin agar bahan makanan tidak dicampur dengan bahan kimia, adalah tugas dia untuk memisahkan benda-benda dalam plastik, sedangkan teman saya tadi ingin menegaskan ucapan si kasir ‘ga bagus untuk kesehatan’ dengan cara yang berbeda. Dia toh tahu bahwa roti yang saya beli dibungkus plastik, dengan logika berpikir yang dia gunakan, maka roti yang saya beli sebenarnya ‘ga bagus untuk kesehatan’, dan saya tidak dapat menahan diri untuk bertanya “Jadi maksud lo makanan yang gue beli ga sehat? Jadi yang sehat itu kayak gimana? Lha lo sendiri beli meses coklat, itu kan dibungkus plastik juga”. Akhirnya saya dan teman saya berdebat sepanjang jalan pulang. Menurut dia, makanan yang baik itu tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus, dan saya heran, makanan apa yang di jual di pasar yang tidak dibungkus plastik, padahal plastik digunakan untuk mencegah agar makanan tersebut tidak mudah basi.

Plastik memang merupakan masalah tersendiri, setidaknya bagi saya. Saya pernah bertanya pada teman saya mengenai kegiatan apa dalam hidup manusia yang bebas plastik, dia menjawab ‘mandi’, saya bilang “Emang lo mandi pake gayung dari batok kelapa?”, lalu dia meralat jawabannya dengan ‘tidur’, saya bilang “oke, yang lain?”. Rupanya butuh waktu lama untuk menjawab pertanyaan itu, sampai dia tiba-tiba bilang “seks?”, maka tertawalah saya dengan jawaban tadi, saya berpikir wah gokil juga, ko ga kepikiran ya, tapi saya tersadar dan bertanya “Lha, kondom kan dari plastik?”, giliran dia tertawa dan berkata “Bukan kali, yang benar kondom terbuat dari lateks”, dan saya ngotot “Sama aja”, dan dia bilang “Darling, dadar guling, kalo lo bilang kondom dari plastik berarti gue bisa ganti dengan plastik es donk.”

Rasanya agak jenuh juga berdebat mengenai lingkungan, apalagi jika hal tersebut hanya sebatas retorika. PBB sudah menyelenggarakan konferensi lingkungan dunia di Bali, dengan tajuk UNFCCC (United Nation For Climate Change Conference), namun toh hasilnya baru akan dilaksanakan beberapa tahun lagi, bahkan Protokol Kyoto saja belum diratifikasi oleh semua negara anggota PBB. Teman saya pernah mengajak saya untuk mengikuti gerakan menanam pohon, dan saya pikir boleh lah. Pemenang nobel perdamaian Wangari Maathai pun mendapatkan hadiah nobelnya dari menanam pohon. Saya sih berpikir sederhana saja, jika menunggu pemerintah untuk mengadakan aksi tanam pohon rasanya ko terlalu lama, keburu kiamat, padahal kan Kiamat Sudah Dekat hehehe. Dan terjunlah di kubangan lumpur untuk menanam pohon, lumayan menyenangkan rasanya.

Terus terang saya sering berpikir mengenai lingkungan di sekitar saya yang sudah sangat sumpek dan padat. Bayangkan, ketika saya kecil saya masih bisa memancing di kali atau main layangan di dekat rumah saya, tapi apa yang dulu saya anggap hal yang wajar saat ini dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Anak-anak sekarang merasakan betul betapa cerita orang tuanya cuma sekedar mimpi bagi dirinya. Jika si bapak bercerita “Nak, di sana dulu bapak sering metik jambu” dan si anak bilang “Di mana pak? Di pabrik sana? Emang dulu ada pohon jambu?”. Entah pada siapa siapa harus merasa kasihan, apakah si bapak atau si anak. Masalah lingkungan memang masalah pelik, tapi setidaknya setiap orang dapat berusaha untuk menjaga lingkungan. Lagi-lagi saya katakan, tidak perlu berpangku tangan pada pemerintah untuk bertindak mengurusi lingkungan, toh mereka sedang sibuk main kucing-kucingan dengan KPK. Setidaknya saya sudah berusaha, bagaimana dengan anda?