Setelah mual dibombardir dengan berita Sukhoi, tanpa mengurangi rasa belasungkawa saya atas semua korban joy flight tersebut, kini berita didominasi oleh sang Mother Monster, Lady Gaga. Lama saya berpikir, apa yang membuat saya dengan ikhlas mengeluarkan uang untuk membeli cd album The Remix dari si ibu monster itu ya?? Bagi saya, suara Gaga sebenarnya tidak lah istimewa. Lalu apa sebabnya??
Saya teringat ucapan seorang teman, yang mengenalkan saya pada Gaga, bahwa Gaga adalah orang yang jujur terhadap dirinya. Baru kali ini saya mengerti apa maksud teman saya itu. Sungguh sangat sederhana, bahwa kita yang doyan ribut ini tidak lain adalah kelompok hipokrit yang enggan jujur dengan diri sendiri. Sesederhana itu.
Saya teringat, bertahun lalu, mbak Mariah Carey menggelar konser di Jakarta, kemudian ada pula mbak Beyonce. Apa sih bedanya mereka dengan Gaga?? Nyaris tidak ada. Mariah Carey bahkan menyanyi hanya mengenakan lingerie keperakan. Ga ada tuh yang protes. Beyonce pun tak kalah dahsyat. Ga ada juga yang protes. Yang paling baru, mbak Katy Perry, kurang apa coba, pake baju butih dengan bra berhias kincir angin. Ga ada yang protes.
Kemana mereka yang protes itu ya?? Saya curiga mereka pun hadir, menatap ngiler pada lingerie Mariah Carey, gaun hitam transparan Beyonce, atau melompat kegirangan dengan penggemar Katy Perry.
Teman saya, yang saya dengan iseng menelpon bahkan mengomel lebih parah ketimbang saya. Mereka bilang, harusnya mereka yang menolak Gaga juga menolak Suju, sebab Gaga hanya pamer baju transparan, sedangkan Suju, malah ga pake baju. Hahahahaha…. Alangkah benarnya teman saya itu. Apa mereka pikir laki-laki cuma terangsang dengan perempuan berbaju minim?? Apa mereka pikir perempuan tidak terangsang dengan lelaki tanpa baju atasan?? Agaknya mereka lupa, bahwa laki-laki pun bisa memberikan efek seduktif yang sama.
Kembali ke soal Gaga. Kenapa mereka ribut?? Ada yang bilang karena Gaga terlalu seronok. Tapi saya bilang itu omong kosong. Lihat saja Mariah Carey atau Katy Perry yang bahkan mencium penonton (yang tanpa baju) di depan umum. Maka bagi saya, alasan seronok tidak dapat diterima. Ada juga yang bilang karena dia pemuja setan, peminum darah, atau apa lah. Saya bilang juga itu omong kosong. Saya juga suka makan darah (eh hati itu masuk kategori darah bukan ya?? Sebab saya penggemar hati). Saya pernah melihat makanan yang bahan dasarnya darah, lalu apakah kemudian saya bilang mereka sebagai pemuja setan?? Logika awam saya jelas menolak pendapat tersebut. Ada pula yang bilang kalau dia zionis. Barangkali, kalau anda penggemar teori konspirasi, tentu akan setuju. Lalu bagaimana dengan, misalnya, Ahmad Dhani, ada lho yang pernah bilang kalau dia bangga dengan darah Yahudi yang konon katanya mengalir dalam nadanya, tapi ga ada tuh yang protes dia tampil.
Maka izinkan saya menyebut mereka yang doyan berkoar soal Gaga adalah kelompok hipokrit. Mereka enggan mengakui, bahwa ketidaksukaan atas Gaga sejatinya adalah sebuah kebencian yang tidak mendasar. Saya bukan penggemar Gaga, saya pun bukan pembenci Gaga. Saya setuju dengan teman saya, mengenai kejujuran Gaga dengan dirinya sendiri. Saya memuji Gaga karena dia pernah ingin menjadi orang lain. Saya pun menyadari, itu alasan saya membeli album Gaga, sebagai bentuk penghormatan saya atas kejujuran dirinya.
Bagi saya, mereka meributkan Gaga bukan pada penampilan Gaga, sebab akan menjadi preseden yang sangat memalukan jika pencekalan Gaga tanpa mencekal Katy Perry, atau Julia Perez. Pun bukan pada kualitas suara, sebab jika memang ingin mendengar musik yang baik, kenapa Beiber dibolehkan bernyanyi dengan kualitas suara sember begitu (saya ingin sekali Adele atau Alicia Keys, yang punya kualitas suara mumpuni). Logika awam saya menolak jika penolakan dikaitkan dengan Gaga sebagai pemeuja setan, sama halnya dengan penolakan logika awam saya jika dikaitkan kedatangan Gaga merusak moralitas (sebab saya bingung moralitas yang mana?? Moralitas DPR?? Maaf saya ga percaya. Moralitas habib?? Hehehehe, becanda ya?? Moralitas preman?? Barangkali iya).
Bagi saya, logika penolakan akan lebih elegan jika dikaitkan dengan harga tiket yang kelewat mahal. Katakan lah terdapat segelintir orang cerdas di DPR atau ormas, yang kemudian mengatakan bahwa mereka menolak karena kedatangan Gaga hanya membawa konsumerisme di kalangan remaja. Lihat lah siapa yang membeli tiket konser Gaga. Mereka yang remaja, yang memiliki akses ke sumber dana tak terbatas. Harusnya itu yang dikritik. Bukan mengkritik soal pakaian dalam dan imaji atas pakaian dalam merusak moralita. Bagi saya setidaknya terkesan lebih pintar, sebab kita bergerak dari perbincangan idiot ke perbincangan yang lebih mutu.
Coba lah kita mencermati mengenai, meminjam istilah Tempo, kelompok konsumen baru. Mereka lah yang harusnya dikritisi. Sebagai kelas konsumen baru, mereka akan lebih banyak dijadikan target penjualan. Ya penjualan. Gaga tidak lain adalah penjual jasa. Dia menyanyi, dan para pembeli tiket itu lah yang membayar Gaga. Sesederhana itu. Hal yang sama juga sebetulnya harusnya muncul ketika Suju tampil. Lihat lah harga tiketnya. Lihat lah kemauan keras para penggemar yang rela antri berjam-jam. Lihat lah bahwa Gaga hanya lah penjual. Tidak lebih tidak kurang.
Sesuai dengan hukum ekonomi sederhana, ada penawaran ada barang. Maka dari pada kita ribut soal Gaga, yang saya jamin akan cuek dan enggan mendengar debat kusir kita yang bodoh dan idiot, akan lebih baik jika kita mulai bicara tentang kelas konsumen baru tersebut. Sebagai lahan berpikir, bagaimana mempergunakan akses uang mereka untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, walaupun saya ragu, sebab menggerakkan kelas ini jelas tidak mungkin lewat demo atau pengajian biasa, tapi tentu saja hal itu tetap layak dilakukan, setidaknya menjauhkan diri kita dari perdebatan yang sangat tidak penting dan menyedihkan.